Halaman

Cari Blog Ini

Minggu, 13 Januari 2013

10 Orang Kusta


10 Orang Kusta


suatu hari ada seorang datang pada saya. Dia memperkenalkan diri bahwa dulu dia pernah datang menemui saya. Setelah ngobrol kesana kesini akhirnya dia mengeluarkan amplop. Dia mengatakan bahwa 4 tahun lalu pernah pinjam uang Rp 100.000 pada saya untuk dibuat modal. Sekarang modal itu sudah berkembang dan dia bisa hidup dengan lebih baik bersama keluarganya. Maka dia ingin mengembalikan apa yang dia pinjam dulu.

Sebetulnya saya sendiri sudah lupa apakah pernah atau tidak meminjami uang padanya, sebab hampir setiap saat ada saja orang yang datang dengan aneka keperluan seperti itu. Ada yang meminjam untuk modal, ada yang meminta untuk ongkos pulang kembali ke daerah asal, untuk biaya keluarganya yang sakit dan sebagainya.

Saya merasa terharu ketika dia mengembalikan uang itu. Ini yang pertama saya alami. Ada orang yang meminjam dan mengembalikan. Pada umumnya setelah meminjam mereka tidak kembali, bahkan ada yang pindah ke paroki lain sebab malu belum bisa mengembalikan pinjaman, meski saya tidak pernah menyinggung soal pinjam meminjam itu. Tamu saya itu seorang muslim yang dulu pernah menggelandang. Dia sekarang jualan kecil-kecilan dan cukup untuk hidup.

Bacaan Injil hari ini dari 10 orang yang disembuhkan Yesus hanya satu yang kembali yaitu orang Samaria. Mengapa orang Yahudi tidak kembali? Apakah mereka tidak merasa ditolong oleh Yesus? Apakah mereka tidak punya hati untuk berterima kasih?

Kadang orang yang meminjam atau meminta bantuan pada saya mengatakan bahwa apa yang diterima adalah uang Gereja. Jadi mereka berhak untuk meminjam dan tidak mengembalikan. Itu kan uang Gereja. Itulah alasan yang sering dikatakan. Demikian pula kalau orang sedang mengalami konflik dalam kehidupannya. Dia datang dan memaksa saya untuk mendengarkan keluh kesahnya. Tapi setelah semua berlalu dia tidak pernah muncul lagi. Mereka mengatakan ya itu wajar saja sebab memang tugas saya untuk mendengarkan.

Mungkin orang Yahudi juga sama saja. Mereka melihat bahwa Yesus diutus untuk bangsa Yahudi, maka ketika Dia menyembuhkannya, itu sudah sebuah tindakan wajar. Jadi tidak perlu kembali dan terima kasih. Itu sudah tugas Yesus untuk menolong mereka.

Sering orang melihat sesuatu dianggap wajar saja. Kalau Allah memberi nafas setiap hari, memberi keselamatan setiap hari, memberi rejeki setiap hari dan sebagainya, itu sudah wajar. Allah itu seharusnya memang berbuat begitu. Menolong umat manusia. Kalau Allah memberikan petaka, bencana, dan hal negatif lainnya, maka ini perlu dipersoalkan. Orang boleh mengeluh, protes dan menuntut padaNya. Disinilah letak ketidakseimbangan.

Rasa syukur muncul dari pengalaman yang tidak mengenakkan berubah menjadi pengalaman yang mengenakkan. Dari situasi negatif menjadi situasi positif. Atau bisa juga ada hal-hal yang "mengejutkan", tidak terduga yang dialami dalam hidup. Ada berkah dalam hidup. Perubahan dari negatif ke positif bisa disebabkan oleh peran orang lain dan sebagainya. Seharusnya kesadaran akan peran pribadi lain ini tidak dianggap wajar atau sebagai sebuah tindakan yang "seharusnya". Kalau hanya melihat itu sulit bagi orang untuk bersyukur.

Sebetulnya setiap saat Allah memberikan sesuatu yang tidak terduga. Memberi berkah, hanya karena orang melihat sebagai sesuatu yang wajar dan logis (sebab akibat, aku bekerja maka aku dapat uang, dan sebagainya) maka sulit sekali bersyukur.

Seandainya orang bisa memposisikan diri sebagai orang Samaria, yang senantiasa merasa dia tidak pantas dibantu, sebab keselamatan bukan untuk mereka sebagai warga kelas dua di daerah Yahudi, sebagai orang kusta yang harus jauh dari masyarakat, maka orang akan mudah bersyukur. Betapa dia yang tidak pantas ini diberi anugerah yang tidak terduga dari seorang yang sangat hebat dan terhormat. Kesadaran ini membuatnya datang kembali untuk bersyukur dan menyembah Yesus. 9 orang lain adalah orang yang taat pada Yesus. Mereka disuruh pergi menghadap para imam dan mereka melaksanakannya. Kesembuhan dari kusta dilihat juga sebagai usaha mereka yang berjalan menghadap para imam. Maka mereka tidak kembali pada Yesus sebab keberhasilan itu merupakan usaha mereka.

Banyak dari kita juga taat pada Yesus. Banyak orang taat untuk misa pada hari minggu. Mereka puasa pada waktu yang ditentukan. Mereka membayar perpuluhan seperti yang diperintahkan dalam Perjanjian Lama. Mereka mentaati semua itu. Namun apakah misa sebagai wujud syukur atas perlindungan dan karya Allah selama seminggu? Apakah perpuluhan merupakan perwujudan rasa syukur atas berkah selama sebulan? Ketaatan berbeda dengan rasa syukur. Namun banyak orang sudah puas dengan ketaatan itu.

Kita perlu menjadi orang Samaria yang bukan hanya taat tapi juga melihat sumbernya. Dia melihat Yesus sebagai asal dari perintah itu. Kesembuhan bukan hanya karena ketaatannya untuk pergi kepada para imam (yang belum tentu diterima juga sebab dia orang Samaria) tapi juga peran Yesus yang memberikan perintah.

salam,
yang mencoba jadi ahli kitab


Gani
Email: yogas@indo.net.id

Aan..... Dunia Anak Yang Hilang


Aan..... Dunia Anak Yang Hilang


Sudah lama aku tidak bertemu dengan Marisa. Maka malam ini aku menyempatkan diri mengunjunginya. Aku ingin tahu apakah usahanya berjalan, bagaimana keadaan anak-anaknya, apakah dia sehat-sehat saja dan sebagainya. Selain itu aku dengar bahwa Aan sakit panas, mungkin ada radang di telinganya, sehingga telinganya sering mengeluarkan cairan dan kadang ada darahnya.

Aku bersama seorang teman memasuki kamar ukuran 3X3 m di sebuah lorong. Disinilah Marisa bersama ketiga anaknya tinggal. Aan anak Marisa yang tertua dan Lia anak yang kedua, sangat senang melihat kedatangan kami. Sedangkan Mega anaknya yang terkecil, yang dulu pernah hendak diberikan pada kami, sudah tertidur nyenyak. Sebetulnya Aan dan Lia lebih senang melihat kedatangan temanku, sebab kemarin dia sudah datang dan menjanjikan akan membawakan susu Dancow coklat. Mereka berebut menerima tas kresek hitam dari temanku yang berisi satu kardus susu Dancow dan obat untuk Mega yang sakit panas.

Kulihat betapa bahagia mereka berdua setelah tahu bungkusan itu adalah barang yang mereka harapkan. Mata mereka berbinar-binar bahagia. Mereka tidak peduli dengan perkataan Marisa agar jangan berebut dan mengucapkan terima kasih pada kami. Aku bahagia melihat kebahagiaan mereka berdua. Aku ingat masa kecilku yang bernasib tidak jauh dari mereka. Marisa tampaknya sekarang sudah jauh lebih segar dari pada ketika aku bertemu dengannya pertama kali. Dia bahagia atas perhatian kami pada anak-anaknya. Aku lihat kasih ibu. Kasih yang bahagia bila melihat anak-anaknya bahagia, meski dia sendiri tidak mendapatkan apa-apa.

Temanku tanya pada Marisa bagaimana usahanya sekarang. Dengan bersemangat dia menceritakan kemajuan usahanya dan peluang-peluang yang bisa dia lakukan untuk menambah penghasilan. Dia sekarang sudah mempunyai penghasilan sekitar 2000 per hari. Ini lumayan dari pada dulu tanpa penghasilan sama sekali. Apalagi sekarang dia sudah tidak memikirkan biaya sekolah anak-anaknya. Kalau anaknya sakit, dia pun yakin kami siap datang memberi obat. Kulihat kebahagiaan Marisa adalah bahwa anak-anaknya sudah ada yang menjamin, meski dengan segala keterbatasan.

Mendengar kisah Marisa, aku jadi kagum. Dia bukanlah tipe orang yang mudah memanfaatkan kebaikan orang. Dia ingin hidup dari usahanya sendiri. Dia tidak pernah minta pada kami demi dirinya sendiri. Perjuangan hidupnya hanya demi anak-anaknya. Dia tidak mengeluh akan penderitaan yang harus dijalani. Itu semua karena kasih pada anak-anaknya sangat besar. Ah Marisa,…… perjuangannya mengingatkan aku pada ibu, seorang perempuan yang tidak mudah menyerah dan hidup demi anak-anak.

Aku lalu berusaha ngobrol dengan Aan. Dia cerita kini setiap pagi sekitar pk 4 harus sudah bangun, sebab ibunya sudah berangkat ke pasar untuk jualan kue. Dia harus menunggui adiknya. Kalau adiknya bangun, dia yang memandikan dan merawatnya. Kupikir kerja keras inilah yang membuat Aan sering sakit-sakitan. Dia mungkin kecapean sedang makanannya kurang terjamin. Sering kali Aan tidak makan siang, sebab ibunya belum memasak atau memang nggak punya beras untuk dimasak.

Temanku cerita bahwa kemarin dia sangat terharu melihat Aan. Waktu itu adiknya nangis dan Aan mencoba menghibur adiknya dengan mengatakan bahwa dia akan dibelikan kue, tapi Aan sendiri nggak punya uang sama sekali. Maka adiknya semakin menangis. Temanku memuji kesabaran Aan dan rasa tanggungjawabnya yang besar pada adiknya. Ketika temanku memujinya Aan hanya tersenyum. Polos.

Pukul 9 Aan sekolah sampai pukul 12 lalu membantu ibunya, entah belanja ke warung atau membuat kue atau mengasuh Mega. Sore baru dia sempat belajar. Tapi meskipun demikian nilai rapotnya cukup bagus. Dia rangking ketiga di kelasnya. Bagiku ini suatu prestasi, sebab dia berangkat sekolah dengan capek, ngantuk dan di rumah tidak mempunyai tempat belajar yang memadai. Dia belajar di tengah kegaduhan kedua adiknya, bau masakan ibunya, suara tetangga yang ribut, rumah yang pengab dan sebagainya. Namun semua itu tetap mampu membuatnya berprestasi. Sungguh hebat.

Perjuangan Marisa adalah perjuangan Aan pula. Anak seusia Aan seharusnya masih menikmati masa kanak-kanak. Masa yang penuh dengan permainan, tertawa, belajar, dan kasih dari orang tua. Ternyata bagi Aan ini tidak ada. Dia ikut berjuang bersama ibunya. Dia masih anak-anak. Umurnya baru 9 tahun tapi sudah harus menanggung kerasnya kehidupan ibunya.

Aan bukanlah satu-satunya anak yang kehilangan masa dan dunia kanak-kanaknya. Banyak anak mengalami seperti dia bahkan lebih buruk lagi darinya. Teman-teman penjual koran yang setiap siang, sepulang sekolah, sampai malam menjajakan koran di perempatan untuk membantu orang tuanya. Mereka kehujanan, harus kehilangan sebagian uangnya untuk mengganti korannya yang rusak. Mereka sedih dan tak berdaya ketika uangnya dikompas oleh yang besar-besar. Mereka bingung ketika dipukul polisi sebab dianggap mengganggu pemandangan kota atau alasan lain yang tidak mereka pahami. Teman-teman penjual koran juga bukan satu-satunya anak yang dipaksa menelan penderitaan. Masih ada teman pengamen di perempatan, di dalam kereta, di stasiun, anak pemulung, dan anak-anak miskin lainnya. Semua menjalani berbagai penderitaan.

Penderitaan bukan hanya fisik tapi keseluruhan diri. Ada orang dewasa dengan tega memberikan iming-iming uang agar dia bisa menyodomi anak-anak. Membayar sekian puluh ribu agar bisa memperawani seorang gadis kecil. Pelecehan seksual dari teman yang lebih kuat. Mereka juga menerima perlakuan tidak adil dalam bidang hukum. Sewaktu-waktu aparat keamanan dengan kekuasaannya sebagai penjaga keamanan memukul dengan gagang pestol, menghancurkan gitar, menendang, menampar dan perlakuan kasar lainnya. Belum lagi stigmata yang ditancapkan oleh masyarakat terhadap mereka, sehingga tidak jarang mereka dianggap sebagai mahluk yang harus dihindari dan rendah. Tidak bermartabat.

Banyak anak telah kehilangan masa kanak-kanak yang indah. Kehilangan dunia kanak-kanak. Mereka dipaksa memasuki suatu dunia yang sangat asing bagi mereka. Dunia yang penuh dengan kekerasan dan perjuangan. Dunia penindasan dan pelecehan martabat mereka sebagai manusia. Dunia yang menghilangkan kasih dari lembaran hidup dan menggantinya dengan dendam dan kejahatan. Dunia yang menggantikan tawa dengan tangisan pedih dalam hati dan mimpi buruk. Dunia permainan yang diracuni dengan perjudian dan keinginan memenangkan suatu pertandingan secara tidak sehat. Kasih dan persahabatan yang tulus diubah menjadi cinta seksual. Dunia yang mengajarkan siapa yang kuat dia bisa berkuasan. Dunia yang menghalalkan bahkan memaksa mereka untuk melakukan kekerasan.

Aan dan kawan-kawan akan terus dipaksa menelan dan bergulat dengan kekerasan dunia saat ini. Aku bayangkan anak-anak seusia Aan pada jamanku kanak-kanak. Meski keluargaku miskin dan tinggal di perkampungan miskin, aku masih bisa menikmati masa kanak-kanak. Kami pernah juga tawuran antar teman, tapi itu sangat jarang sekali. Kami masih bisa menikmati permainan kelereng, benteng-bentengan, panda, sepak tekong, dan permainan bersama lainnya bahkan kadang sampai malam hari setelah belajar. Aku membantu orang tuaku, tapi tidak separah Aan dan teman-temannya. Saat SD pun kami sudah saling mengolok si Budi pacarnya Dian, tapi kami tidak pernah membayangkan seks atau pelacuran. Kami pernah mencuri mangga dan jambu milik tetangga, mandi di tambak ikannya orang tapi belum pernah berurusan dengan polisi. Kami baca koran dan majalah, tapi belum pernah baca "buku putih" dan koran yang membahas tehnik-tehnik bersenggama. Kami nonton film kartun, tapi belum pernah nonton film XXX dan kekerasan yang sangat mengerikan yang saat ini banyak beredar. Kami masih sering beramai-ramai pergi ke mushola untuk sholat atau mendengarkan ibu mendongeng tentang kancil nyolong timun.

Kami masih memiliki dunia kami yang penuh dengan kisah lucu, konyol, persahabatan, tawa canda, pengenalan akan Tuhan dan kasih serta hormat pada sesama terutama orang yang lebih tua. Kami memiliki dunia kanak-kanak meski dalam kemiskinan. Melihat Aan dan kawan-kawannya, timbul suatu pertanyaan siapakah yang bisa membawa kembali dunia anak-anak pada Aan dan teman-temannya yang telah terampas?

salam, yang prihatin
gani
Email: yogas@indo.net.id

4 September 2001


4 September 2001


Halo,

Sekedar membagikan apa yang saya tulis tadi malam :) Sehabis pulang dengerin romo Yohanes sharing. Pas di kamar rasanya santai and pengen nulis :) Sedikit meniru gaya Romo Gani dalam membuat renungan, saya coba tulis dalam bentuk diary saya.

-------------------------------- September 04, 2001

Ah, tak terasa 1 hari telah berlalu. Hmm jam 12.00 tepat sekarang. Saat santai setelah melewati hari yang cukup melelahkan. Tanpa sadar, 1 hari pula saya telah menikmati berkat dan karunia Tuhan yang tercurah bagiku.

Masih kuingat tadi pagi, perasaan tak ingin ke kantor karena hujan yang begitu deras, masih ingat sekawanan orang orang chinese yg menanyakan jalan kepada saya, dikirain saya orang singapore, masih ingat wajah cerah mereka ketika menemukan tujuan mereka, ....ah masih ingat juga dinginnya ruangan kantor karena masih sepi. Masih ingat tawa canda dan debatan teman kantor saya ketika berdiskusi dengan atasan saya. Masih ingat pula sharing Romo Yohanes yang menguatkan kita akan cinta kasih Allah.

Ah, indah sekali rasanya jikalau saya bisa terus merasakan semuanya ini sebagai suatu berkat dan karunia dari Tuhan.

Tapi kadang kala saya malu dengan diri saya sendiri, toh cuma 'Omdo' kata orang (baca: Omong Doang). Buktinya, sedari pagi sampai sekarang mana ada ucapan syukur yang keluar dari hatiku untuk berterima kasih atas semuanya itu.

Masih ku ingat pula kuatnya perasaan malas untuk ke kantor karena hujan, padahal Tuhan sudah berbaik hati memberi saya pekerjaan, toh masih banyak saudaraku yang belum mempunyai pekerjaan. Atau suara ribut ribut dari sekawanan orang chinese yang takut kesasar tadi pagi ? ah rasanya menyebalkan.. berisik kata hatiku. Padahal Tuhan telah melayakkan saya untuk melayani mereka, toh masih banyak orang lain yang bisa membantu mereka, tetapi Tuhan memilih saya. Atau kotbahnya Romo Yohanes yang kedengaran begitu panjang, padahal perut saya sudah lapar sekali. Padahal masih banyak dari saudaraku yang rindu mencari akan firman dan sharing yang menguatkan, tapi Tuhan memilih untuk memberikan itu kepada saya.

Ah, lucu memang. Di satu sisi saya bilang "Saya mengasihi sesamaku"... tetapi ada perasaan malas membantu dan mendengarkan saudaraku yang lagi membutuhkan. Bilang "Saya mengasihi Tuhan" ... tetapi lupa akan keberadaan Tuhan yang Dia tampilkan melalui sesama saya. Bilang "Rindu akan firman yang hidup" ... tetapi lebih mementingkan perut daripada Tuhan yang hadir disana.

Masih ingat juga kata Romo " Katanya cinta Tuhan tapi kok ngga ada waktu buat Tuhan".... Iya, saya ingatnya cuma kalau lagi ada waktu ( istilah trend ). Gimana yach kalau Tuhan hanya ingat kepada saya hanya kalau pada waktu santai saja. Wah bisa kacau saya.

Hmmm, Tuhan memang baik. Tak bisa saya ingat lagi satu persatu kebaikannya itu .. ah terlalu banyak rasanya. Dalam satu hari ini saja sudah begitu banyak kemurahannya.

Tak terasa 30 menit berlalu. Jam 12.30 sekarang. Music Instrumental dari Hillsongs tetap mengalunkan lagu indah berjudul "Dwelling Places".... " I love u, I love u, I love u" (3x) .. "And my heart will follow, Holy after You"....

Yach, seperti mazmur 27 : 4 (bacaan hari ini) ... "Satu hal yang kuminta kepada Tuhan, itulah yang kuingini; diam di rumah Tuhan seumur hidupKu, menyaksikan kemurahan Tuhan dan menikmati baitNya ...."

Ya, semoga Tuhan mendengarnya. Selamat malam, selamat datang hari baru.

Yang ngantuk,

Ditulis Oleh : Kwang
Sumber : http://www.pondokrenungan.com/isi.php?tipe=Renungan&table=isi&id=352&next=0