Halaman

Cari Blog Ini

Minggu, 13 Januari 2013

Aan..... Dunia Anak Yang Hilang


Aan..... Dunia Anak Yang Hilang


Sudah lama aku tidak bertemu dengan Marisa. Maka malam ini aku menyempatkan diri mengunjunginya. Aku ingin tahu apakah usahanya berjalan, bagaimana keadaan anak-anaknya, apakah dia sehat-sehat saja dan sebagainya. Selain itu aku dengar bahwa Aan sakit panas, mungkin ada radang di telinganya, sehingga telinganya sering mengeluarkan cairan dan kadang ada darahnya.

Aku bersama seorang teman memasuki kamar ukuran 3X3 m di sebuah lorong. Disinilah Marisa bersama ketiga anaknya tinggal. Aan anak Marisa yang tertua dan Lia anak yang kedua, sangat senang melihat kedatangan kami. Sedangkan Mega anaknya yang terkecil, yang dulu pernah hendak diberikan pada kami, sudah tertidur nyenyak. Sebetulnya Aan dan Lia lebih senang melihat kedatangan temanku, sebab kemarin dia sudah datang dan menjanjikan akan membawakan susu Dancow coklat. Mereka berebut menerima tas kresek hitam dari temanku yang berisi satu kardus susu Dancow dan obat untuk Mega yang sakit panas.

Kulihat betapa bahagia mereka berdua setelah tahu bungkusan itu adalah barang yang mereka harapkan. Mata mereka berbinar-binar bahagia. Mereka tidak peduli dengan perkataan Marisa agar jangan berebut dan mengucapkan terima kasih pada kami. Aku bahagia melihat kebahagiaan mereka berdua. Aku ingat masa kecilku yang bernasib tidak jauh dari mereka. Marisa tampaknya sekarang sudah jauh lebih segar dari pada ketika aku bertemu dengannya pertama kali. Dia bahagia atas perhatian kami pada anak-anaknya. Aku lihat kasih ibu. Kasih yang bahagia bila melihat anak-anaknya bahagia, meski dia sendiri tidak mendapatkan apa-apa.

Temanku tanya pada Marisa bagaimana usahanya sekarang. Dengan bersemangat dia menceritakan kemajuan usahanya dan peluang-peluang yang bisa dia lakukan untuk menambah penghasilan. Dia sekarang sudah mempunyai penghasilan sekitar 2000 per hari. Ini lumayan dari pada dulu tanpa penghasilan sama sekali. Apalagi sekarang dia sudah tidak memikirkan biaya sekolah anak-anaknya. Kalau anaknya sakit, dia pun yakin kami siap datang memberi obat. Kulihat kebahagiaan Marisa adalah bahwa anak-anaknya sudah ada yang menjamin, meski dengan segala keterbatasan.

Mendengar kisah Marisa, aku jadi kagum. Dia bukanlah tipe orang yang mudah memanfaatkan kebaikan orang. Dia ingin hidup dari usahanya sendiri. Dia tidak pernah minta pada kami demi dirinya sendiri. Perjuangan hidupnya hanya demi anak-anaknya. Dia tidak mengeluh akan penderitaan yang harus dijalani. Itu semua karena kasih pada anak-anaknya sangat besar. Ah Marisa,…… perjuangannya mengingatkan aku pada ibu, seorang perempuan yang tidak mudah menyerah dan hidup demi anak-anak.

Aku lalu berusaha ngobrol dengan Aan. Dia cerita kini setiap pagi sekitar pk 4 harus sudah bangun, sebab ibunya sudah berangkat ke pasar untuk jualan kue. Dia harus menunggui adiknya. Kalau adiknya bangun, dia yang memandikan dan merawatnya. Kupikir kerja keras inilah yang membuat Aan sering sakit-sakitan. Dia mungkin kecapean sedang makanannya kurang terjamin. Sering kali Aan tidak makan siang, sebab ibunya belum memasak atau memang nggak punya beras untuk dimasak.

Temanku cerita bahwa kemarin dia sangat terharu melihat Aan. Waktu itu adiknya nangis dan Aan mencoba menghibur adiknya dengan mengatakan bahwa dia akan dibelikan kue, tapi Aan sendiri nggak punya uang sama sekali. Maka adiknya semakin menangis. Temanku memuji kesabaran Aan dan rasa tanggungjawabnya yang besar pada adiknya. Ketika temanku memujinya Aan hanya tersenyum. Polos.

Pukul 9 Aan sekolah sampai pukul 12 lalu membantu ibunya, entah belanja ke warung atau membuat kue atau mengasuh Mega. Sore baru dia sempat belajar. Tapi meskipun demikian nilai rapotnya cukup bagus. Dia rangking ketiga di kelasnya. Bagiku ini suatu prestasi, sebab dia berangkat sekolah dengan capek, ngantuk dan di rumah tidak mempunyai tempat belajar yang memadai. Dia belajar di tengah kegaduhan kedua adiknya, bau masakan ibunya, suara tetangga yang ribut, rumah yang pengab dan sebagainya. Namun semua itu tetap mampu membuatnya berprestasi. Sungguh hebat.

Perjuangan Marisa adalah perjuangan Aan pula. Anak seusia Aan seharusnya masih menikmati masa kanak-kanak. Masa yang penuh dengan permainan, tertawa, belajar, dan kasih dari orang tua. Ternyata bagi Aan ini tidak ada. Dia ikut berjuang bersama ibunya. Dia masih anak-anak. Umurnya baru 9 tahun tapi sudah harus menanggung kerasnya kehidupan ibunya.

Aan bukanlah satu-satunya anak yang kehilangan masa dan dunia kanak-kanaknya. Banyak anak mengalami seperti dia bahkan lebih buruk lagi darinya. Teman-teman penjual koran yang setiap siang, sepulang sekolah, sampai malam menjajakan koran di perempatan untuk membantu orang tuanya. Mereka kehujanan, harus kehilangan sebagian uangnya untuk mengganti korannya yang rusak. Mereka sedih dan tak berdaya ketika uangnya dikompas oleh yang besar-besar. Mereka bingung ketika dipukul polisi sebab dianggap mengganggu pemandangan kota atau alasan lain yang tidak mereka pahami. Teman-teman penjual koran juga bukan satu-satunya anak yang dipaksa menelan penderitaan. Masih ada teman pengamen di perempatan, di dalam kereta, di stasiun, anak pemulung, dan anak-anak miskin lainnya. Semua menjalani berbagai penderitaan.

Penderitaan bukan hanya fisik tapi keseluruhan diri. Ada orang dewasa dengan tega memberikan iming-iming uang agar dia bisa menyodomi anak-anak. Membayar sekian puluh ribu agar bisa memperawani seorang gadis kecil. Pelecehan seksual dari teman yang lebih kuat. Mereka juga menerima perlakuan tidak adil dalam bidang hukum. Sewaktu-waktu aparat keamanan dengan kekuasaannya sebagai penjaga keamanan memukul dengan gagang pestol, menghancurkan gitar, menendang, menampar dan perlakuan kasar lainnya. Belum lagi stigmata yang ditancapkan oleh masyarakat terhadap mereka, sehingga tidak jarang mereka dianggap sebagai mahluk yang harus dihindari dan rendah. Tidak bermartabat.

Banyak anak telah kehilangan masa kanak-kanak yang indah. Kehilangan dunia kanak-kanak. Mereka dipaksa memasuki suatu dunia yang sangat asing bagi mereka. Dunia yang penuh dengan kekerasan dan perjuangan. Dunia penindasan dan pelecehan martabat mereka sebagai manusia. Dunia yang menghilangkan kasih dari lembaran hidup dan menggantinya dengan dendam dan kejahatan. Dunia yang menggantikan tawa dengan tangisan pedih dalam hati dan mimpi buruk. Dunia permainan yang diracuni dengan perjudian dan keinginan memenangkan suatu pertandingan secara tidak sehat. Kasih dan persahabatan yang tulus diubah menjadi cinta seksual. Dunia yang mengajarkan siapa yang kuat dia bisa berkuasan. Dunia yang menghalalkan bahkan memaksa mereka untuk melakukan kekerasan.

Aan dan kawan-kawan akan terus dipaksa menelan dan bergulat dengan kekerasan dunia saat ini. Aku bayangkan anak-anak seusia Aan pada jamanku kanak-kanak. Meski keluargaku miskin dan tinggal di perkampungan miskin, aku masih bisa menikmati masa kanak-kanak. Kami pernah juga tawuran antar teman, tapi itu sangat jarang sekali. Kami masih bisa menikmati permainan kelereng, benteng-bentengan, panda, sepak tekong, dan permainan bersama lainnya bahkan kadang sampai malam hari setelah belajar. Aku membantu orang tuaku, tapi tidak separah Aan dan teman-temannya. Saat SD pun kami sudah saling mengolok si Budi pacarnya Dian, tapi kami tidak pernah membayangkan seks atau pelacuran. Kami pernah mencuri mangga dan jambu milik tetangga, mandi di tambak ikannya orang tapi belum pernah berurusan dengan polisi. Kami baca koran dan majalah, tapi belum pernah baca "buku putih" dan koran yang membahas tehnik-tehnik bersenggama. Kami nonton film kartun, tapi belum pernah nonton film XXX dan kekerasan yang sangat mengerikan yang saat ini banyak beredar. Kami masih sering beramai-ramai pergi ke mushola untuk sholat atau mendengarkan ibu mendongeng tentang kancil nyolong timun.

Kami masih memiliki dunia kami yang penuh dengan kisah lucu, konyol, persahabatan, tawa canda, pengenalan akan Tuhan dan kasih serta hormat pada sesama terutama orang yang lebih tua. Kami memiliki dunia kanak-kanak meski dalam kemiskinan. Melihat Aan dan kawan-kawannya, timbul suatu pertanyaan siapakah yang bisa membawa kembali dunia anak-anak pada Aan dan teman-temannya yang telah terampas?

salam, yang prihatin
gani
Email: yogas@indo.net.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar